Budaya adat Jepara

Ayo uji pengetahuan mu tentang Kebudayaan Adat di Jepara

Apakah kamu sudah membaca materi di bawah? jika sudah mari uji pengetahuan mu sekarang

Adat Pesta Lomban

Pesta Lomban adalah tradisi masyarakat Jepara, Jawa Tengah, yang awalnya terkait dengan sedekah laut dan lomba-lomba laut seperti menangkap bebek dan angsa serta lomba menyelam. Pesta ini kini melibatkan seluruh masyarakat Jepara dan diadakan di Pantai Kartini, Ujung Gelam, Pantai Koin, Karimunjawa, dan tempat-tempat lainnya.

Asal-usul kata "Lomban" mungkin berasal dari "Lelumban," yang berarti bersenang-senang di laut. Pesta Lomban adalah puncak Pekan Syawalan, diselenggarakan pada tanggal 7 Syawal atau 1 minggu setelah Idul Fitri. Kegiatan Pesta Lomban melibatkan "Perang Teluk Jepara" dengan peluncuran kupat dan lepet antar perahu, diiringi petasan dan gamelan Kebogiro. Pesta ini diakhiri dengan mendarat di Pulau Kelor untuk makan bekal dan berziarah ke makam Encik Lanang. Persiapannya mencakup "amunisi" seperti minuman, makanan, dan petasan. Pesta Lomban memberikan momen kegembiraan dan persatuan masyarakat Jepara setelah bulan Ramadhan, melibatkan partisipasi besar, dan menjadi peristiwa yang dinantikan dengan antusiasme di wilayah tersebut.

Adat Jembul Tulakan

Jembul Tulakan adalah tradisi budaya yang dilaksanakan di Desa Tulakan, Kecamatan Donorojo, Kabupaten Jepara. Setiap tahun, upacara sedekah bumi ini diadakan sebagai tanda syukur kepada Tuhan atas rezeki yang dilimpahkan kepada penduduk Kademangan Tulakan. Tradisi ini berkaitan erat dengan legenda Ki Gemblong, yang menggambarkan perjuangan dan keberhasilan dalam membuka pedukuhan.

Tujuan utama penyelenggaraan Jembul Tulakan adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan dan penghargaan terhadap Ki Gemblong, Ki Leboh, Ki Buntari, dan Ki Purwo yang telah berjasa dalam membuka dan membangun pedukuhan. Upacara ini melibatkan pembagian peran berdasarkan pedukuhan, seperti Jembul Krajan, Jembul Ngemplak, Jembul Winong, dan Jembul Drojo, masing-masing mencerminkan sejarah dan jasa tokoh-tokoh tersebut. Dalam pelaksanaan Jembul Tulakan, digunakan dua jenis Jembul: Jembul Lanang (besar) dan Jembul Wadon (kecil). Jembul Lanang dihiasi dengan iratan bambu tipis dan berisi makanan kecil, sedangkan Jembul Wadon berisi lauk-pauknya. Prosesi upacara mencakup mengitari Jembul, penampilan tarian tayub, dan pencucian kaki petinggi sebagai simbol kebersihan dan permohonan keselamatan. Tradisi ini, selain menjadi bagian dari aktivitas budaya yang meriah, juga memberikan dampak positif pada ekonomi lokal dengan berkembangnya warung dan penjualan oleh-oleh selama perayaan.

Adat Perang Obor

Perang Obor, sebuah upacara tradisional di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, terasa magis dan penuh makna. Setiap Senin Pahing, malam Selasa Pon di Bulan Dzulhijjah, masyarakat setempat merayakan ritual ini yang telah menjadi bagian integral dari warisan budaya mereka. Obor-oboran melibatkan penggunaan obor khusus, gulungan pelepah kelapa kering dengan daun pisang kering di dalamnya. Saat obor-obor dinyalakan bersama, masyarakat saling menyerang, menciptakan benturan obor yang memancarkan pijaran api. Nama "Perang Obor" merujuk pada momen seru ini, di mana kekuatan dan keindahan api memainkan peran sentral.

Legenda Ki Gemblong menjadi akar dari Perang Obor. Kisahnya berpusat pada Kyai Babadan yang menggunakan obor untuk memukul Ki Gemblong karena kelalaian merawat ternak. Kejadian tersebut membawa kesembuhan pada ternak yang awalnya sakit atau mati. Benturan obor mereka menciptakan api yang secara ajaib menyembuhkan hewan-hewan tersebut. Keyakinan akan kekuatan obor untuk mendatangkan kesehatan dan menolak bala menjadi dasar pelaksanaan Perang Obor. Upacara ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga simbol kekuatan alam dan kearifan lokal yang melekat dalam kehidupan masyarakat Jepara. Festival Perang Obor bukan hanya tentang ritual mistis, tetapi juga kesempatan bagi warga dan pengunjung untuk menikmati kelezatan kuliner khas Jepara. Salah satu hidangan yang sangat dicari adalah Kintelan, makanan unik yang sulit ditemui di luar acara ini. Meskipun antrian dan kerumunan besar tak dapat dihindari, minat orang-orang terhadap festival ini tidak hanya terletak pada aspek keagamaan, melainkan juga pada keunikan budaya dan kuliner yang ditawarkannya.