Budaya Sejarah Jepara

Ayo uji pengetahuan mu tentang Kebudayaan Sejarah di Jepara

Apakah kamu sudah membaca materi di bawah? jika sudah mari uji pengetahuan mu sekarang

Benteng Portugis Jepara

Pada tahun 1619, kota Jayakarta / Sunda Kelapa dimasuki VOC Belanda, dan saat ini Sunda Kelapa yang diubah namanya menjadi Batavia dianggap sebagai awal tumbuhnya penjajahan oleh Imperialis Belanda di Indonesia. Sultan Agung Raja Mataram sudah merasakan adanya bahaya yang mengancam dari situasi jatuhnya kota Jayakarta ke tangan Belanda. Untuk itu Sultan Agung mempersiapkan angkatan perangnya guna mengusir.

penjajah Belanda. Tekad Raja Mataram ini dilaksanakan berturut-turut pada tahun 1628 dan tahun 1629 yang berakhir dengan kekalahan di pihak Mataram. Kejadian ini membuat Sultan Agung berpikir bahwa VOC Belanda hanya bisa dikalahkan lewat serangan darat dan laut secara bersamaan, padahal Mataram tidak memiliki armada laut yang kuat, sehingga perlu adanya bantuan dari pihak ketiga yang juga berseteru dengan VOC yaitu Bangsa Portugis. Bangsa Portugis setidaknya mendapat serangan dari Ratu Kalinyamat, sebagai penguasa Jepara dan Jawa pada umumnya, sebanyak dua kali. Yakni pada 1550 dan tahun 1564. Pada tahun 1550 Ratu Kalinyamat menyerang Portugis di Malaka (sekarang Malaysia), bersama pasukan dari Kesultanan Aceh, Johor, Palembang, dengan kekuatan total 200 kapal perang dan belasan ribu prajurit. Pada tahun 1564 juga menyerang lagi bersama pasukan dari Kesultanan Aceh Darussalam. Juga pada tahun 1573 menyerang Portugis lagi di Selat Malaka.

Monumen Ari Ari Kartini

Monumen ari-ari Kartini berada di Desa Pelemkerep, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara. Mengutip situs web Tourism Information Center Jepara, monumen tersebut merupakan lokasi ari-ari atau plasenta waktu Kartini lahir yang dipendam dalam tanah sesuai dengan adat Jawa. Monumen yang didirikan pada 1979 tersebut menyerupai bunga teratai yang bermakna kelahiran. Kuncup kedua bunga teratai berjumlah 21 yang mewakili

tanggal kelahiran Kartini. Sementara itu, kuncup paling atas berjumlah sembilan dan kuncup paling bawah berjumlah 18 yang menunjukkan tahun 1800. Lalu, ada empat buah lampu menunjukkan bulan April dan terdapat ukiran di bawah monumen yang jumlahnya ada tujuh. Jika semunya dirangkai menjadi tanggal, bulan, dan tahun kelahiran Kartini yakni 21 April 1879. Dulunya, lokasi tersebut merupakan rumah keluarga Kartini. Namun, sekarang sudah tidak ada bekas peninggalannnya karena keluarga Kartini pindah ke Jepara setelah sang ayah menjadi bupati.

Masjid Mantingan

Masjid Mantingan, juga dikenal sebagai Masjid Astana Sultan Hadlirin, merupakan salah satu masjid kuno di Indonesia yang terletak di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Masjid ini berada sekitar 5 km arah selatan dari Kecamatan Jepara. Kompleks ini terdiri dari masjid, permakaman, dan sebuah museum sederhana.

Arsitektur Masjid Mantingan mencerminkan campuran gaya Hindu-Buddha, Jawa, dan Tionghoa. Contohnya, atap tumpang dan mustaka adalah akulturasi dari arsitektur Majapahit dan Tionghoa. Kebudayaan Jawa terlihat dari gapura masuk dan petilasan candi di dekat masjid. Masjid ini diperkirakan berdiri pada tahun 1559 berdasarkan prasasti di mihrab dengan candrasengkala yang menyatakan tahun 1481 Saka (1559 Masehi). Sejarah masjid ini terkait dengan Ratu Kalinyamat dan suaminya Sultan Hadlirin, yang dimakamkan di sana. Tradisi setempat menyebutkan bahwa masjid ini dibangun oleh Ratu Kalinyamat untuk mengatasi kesedihannya setelah suaminya dibunuh. Pemugaran Masjid Mantingan dilakukan antara tahun 1977 dan 1978 oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Selama pemugaran, ditemukan panel relief, balok batu putih, dan fondasi bangunan kuno.